Di Kampus Perserikatan Bangsa-bangsa yang membidangi lingkungan hidup dan keamanan manusia UNU-EHS, di Bonn, Jerman, berlangsung ajang pertemuan antara para ilmuwan Indonesia dan Jerman.
Para ilmuwan Indonesia yang meneliti sistem peringatan dini, mempresentasikan hasil riset mereka tentang sistem peringatan dini, untuk mengantisipasi tsunami. Mereka merupakan peneliti Indonesia, yang saling mempertajam pandangan tentang sistem peringatan dini dengan para ilmuwan Jerman dari lembaga GITEWS atau badan kerjasama Jerman dan Indonesia untuk mengantisipasi tsunami lewat sistem peringatan dini. Tsunami memang tidak dapat diramal, namun sistem peringatan dini bagi masyarakat dapat diberikan lewat sistem teknologi yang dikembangkan. Dengan begitu kawasan-kawasan yang berpotensi terancam bencana tsunami dapat lebih waspada. Versi pertama sistem peringatan dini rencananya dapat mulai digunakan November mendatang. Para peneliti mengaku, diperlukan jangka waktu yang cukup lama untuk menciptakan sebuah sistem yang terintegrasi karena rumitnya teknologi untuk pengembangan sistem peringatan dini tersebut. Niklas Gebert, salah seorang peneliti dari UNU-EHS menjelaskan, yang dilakukan saat ini oleh teknologi sistem peringatan dini yang dikembangkan telah sampai pada tahap pengujian intensif sepanjang tahun. "Versi pertama sudah dibangun dan dites selama satu tahun. Data dihimpun dalam satu sistem utama. Dan semua data harus terbukti dapat dikelola sebaik mungkin, sehingga orang-orang yang menggunakan data dapat mengerti sistem ini. Mereka akan dilatih sehingga mereka dapat menarik keputusan bila terjadi tsunami. Namun perlu diingat teknis peralatan peringatan dini ini sangat rumit dan butuh pengembangan untuk membuatnya lebih baik.“ Kendala lain yang dihadapi dalam pembangunan sistem peringatan dini ini adalah sistem koordinasi yang masih lemah. "Begitu banyak pengambil keputusan yang mengurus sistem peringatan dini, begitu banyak badan pemerintah maupun organisasi, baik di tingkat lokal maupun nasional yang harus bekerja sama agar sistem bisa berjalan dalam satu koordinasi yang baik. Mungkin secara umum dapat dibilang sistem koordinasinya masih lemah. Namun ini normal bagi sebuah proyek yang besar. Bahkan juga di Jerman. Jadi tantangannya bukan hanya dari segi politik atau kebijakan, tapi juga teknis. Namun situasi ini harus dilihat sebagai tantangan, bukan kesulitan.“ Untuk itu Gebert berharap masyarakat bersabar sampai agar produk pertama dapat mulai digunakan.
Pengambilan data akan dilakukan dengan menggunakan jaringan GPS resolusi tinggi. Karena tidak semua gempa laut memicu tsunami, maka juga dikembangkan sensor-sensor tekanan pada dasar laut dan pelampung-pelampung GPS yang ditunjang alat pengukur permukaan air laut. Pelampung dipasang di pulau-pulau sekitar Sumatera dan Jawa, dan kemudian seluruh data yang dihimpun akan dianalisa.
Penghimpunan data akan dilakukan seakurat mungkin, mulai dari topografi dasar laut hingga ke kawasan pantai. Data yang dihimpun oleh pusat data nantinya bisa dimanfaatkan setiap kali diperlukan. Pengembangan keahlian masih akan terus dilakukan, karena hingga saat ini jumlah ilmuwan Indonesia di bidang tersebut masih jauh dari cukup.
0 komentar:
Posting Komentar