CIREBON--Mencuatnya berita penjualan Masjid Teja Suar yang berlokasi di Jl Tuparev, Kabupaten Cirebon mengundang keprihatinan banyak pihak. Kepala Kemenag Kabupaten Cirebon, Drs H Masykur MPd berjanji akan berupaya mempertahankan masjid dengan melobi pemiliknya agar membatalkan niat menjual tempat ibadah bersejarah itu.
Masykur mengaku prihatin dan menyayangkan jika sang pemilik Masjid Teja Suar benar-benar akan menjualnya. Pasalnya, meskipun masjid tersebut belum diwakafkan dan masih menjadi milik pribadi, tetap saja dalam pandangan umat Islam, langkah itu sebagai sesuatu yang negatif.
Dijelaskannya, jika lahan itu belum diwakafkan dan masih menjadi milik pribadi, pada dasarnya tidak ada larangan untuk diperjualbelikan. Namun masalahnya, karena lahan yang dijual itu terdapat masjid yang bersejarah bagi umat Islam, khususnya masyarakat Cirebon. Sehingga, jika tempat itu beralih fungsi, apalagi menjadi showroom atau dealer, maka dipastikan akan melukai hati masyarakat Islam.
"Sangat prihatin dan disayangkan sekali. Meskipun saya dengar masjid itu belum diwakafkan dan masih ada pemilik atau ahli warisnya, tetap saja tidak etis menjualmasjid," tegasnya.
Lebih dari itu, Masykur mengaku, pihaknya hingga kini terus berusaha melobi pemilik dan DKM, agar masjid tidak jadi dijual. "Persoalan ini sedang kami kawal terus, tapi kami belum bertemu dengan pemilik dan DKM-nya. Intinya, kami tidak tinggal diam," ucapnya.
Sumber Radar (JPNN Group) yang namanya minta tidak dikorankan membenarkan penjualan masjid. Dirinya bahkan menjelaskan ada beberapa alasan mengapa masjid Teja Suar dijual. Alasan pertama karena H Saelan selaku pemilik masjid Teja Suar akan membangun sekolah dan masjid di kompleknya Aburizal Bakrie di Bogor. Alasan lain karena H Saelan mengaku terjerat utang antara Rp10-13 miliar. Dan hasil penjualannya digunakan untuk melunasi utang-utangnya. Konon kabarnya, yang membeli bernama Ade, pensiunan aparat.
Tidak hanya itu, masih kata sumber Radar, rencananya masjid Teja Suar akan dipindahkan ke belakang di luar areal masjid Teja Suara selama ini. Lokasinya di atas tanah milik pembelinya. Saat ini, bahkan ada pengusaha muslim asal Cirebon yang tinggal di Bandung, sedang bertemu dengan H Saelan. Rencananya pengusaha itu akan membeli masjid Teja Suar, setelah dibeli rencananya akan langsung diwakafkan. "Pengusaha itu langsung mendapat mandat dari Abu Dhabi," ujarnya.
Sumber Radar yang lain menyebutkan, mencuatnya penjualan masjid Teja Suar di media massa dan menjadi berita nasional, ternyata membuat H Saelan ketakutan. H Saelan yang dikabarkan baru menerima DP ketakutan dan ingin mengembalikan uang DP itu kepada pembeli. "Yang jual ketakutan, kabarnya baru menerima DP (uang muka), dan DP itu akan dikembalikan lagi," terangnya.
Terpisah, mantan aktivis DKM Masjid Teja Suar, Dr H Agus Alwafier By MM dalam siaran persnya kemarin mengatakan, kalau memang benar Masjid Teja Suar dijual, maka itu sudah sangat keterlaluan dan bisa jadi berita sedunia. Dia pun menjamin umat Islam tidak akan rela.
Masjid Teja Suar, kata Agus Alwafier, sudah menjadi trade mark umat Islam di Cirebon. Bahkan antara tahun 1986-an masjid itu menjadi tujuan kelompok masyarakat tertentu di wilayah Ciayumajakuning. Saat itu, masyarakat banyak yang fanatik untuk salat Jum"at di masjid Teja Suar.
Dirinya bahkan tidak yakin kalau masjid Teja Suar dijual oleh H Saelan dan keluarganya. Apalagi keluarga besar H Saelan adalah binaan Buya Hamka dan dekat sekali dengan Buya Hamka. H Saelan pun memiliki lembaga pendidikan Al Azhar di Kemang. Ini artinya H Saelan sudah paham tentang Islam dan jiwa muslim.
Masjid Teja Suar, lanjut doktor jebolan Universitas Borobudur itu, sudah menjadi milik umat Islam. Jadi, kalau tiba-tiba dijual, akan mengundang kemarahan umat Islam. "Selayaknya ditawarkan dulu kepada DKM. Dan DKM segera cari solusi. Menjual masjid dan menjadikan masjid sebagai mal, sama dengan penghinaan terhadap umat Islam. Hati-hati jangan gegabah. Kita umat Islam harus mempertahankannya!" tegas dia.
Kalaupun tanah itu dijual, menurut Agus, sebenarnya boleh saja sekalipun sepertinya tak pantas keluarga H Saelan menjual tanah yang ada masjidnya. Pihaknya juga ingin menyampaikan informasi kepada pengurus Al Azhar pusat atas kabar penjualan masjid Teja Suar.
"Kalau memang Saelan secara sadar menjual masjid, maka harus diingatkan terutama oleh orang-orang dekatnya. Kedua, kalau sampai masjid dibongkar, justru itu akan terjadi kondisi tak kondusif dan bisa jadi isu SARA. Sebab kalau yang beli itu orang Islam, maka tak mungkin tega membongkar masjid, karena sama dengan bunuh diri secara agama. Dan yakin bisnis apapun tak kondusif. Dan apalagi jika yang beli non muslim, maka itu pemicu isu SARA di Cirebon. Ini dahsyat dan harus dihindari," ucapnya.
Heboh informasi penjualan masjid Teja Suar ini, membuat kalangan masyarakat ramai berkunjung. Kemarin, jamaah salat Jumat terlihat penuh memadati masjid yang persis tepat di depan Kantor PLN UPJ Cirebon. Bahkan, dari pejabat Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Cirebon juga terlihat. Salah satu kepala dinas Kota Cirebon juga turut serta menunaikan salat Jumat di masjid yang dulunya diresmikan Buya Hamka.
Kasi Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kabupaten Cirebon, H Zein didampingi Drs H Sambas mengaku sengaja datang ke Masjid Teja Suar untuk melaksanakan salat Jumat, sekaligus berniat bertemu dengan DKM masjid. Apalagi di media massa, muncul pemberitaan masjid ini dijual kepada pengusaha dan akan beralih fungsi menjadi showroom.
Hanya saja, H Zein belum berani memberikan keterangan lebih jauh karena belum bertemu pengurus DKM Masjid Teja Suar. Tujuannya, hanya ingin menanyakan apakah benar adanya penjualan masjid seperti yang muncul di media massa.
"Saya belum bisa memberikan keterangan lebih jauh, karena saya mau bertemu dulu dengan DKM," kata pria asal Kabupaten Kuningan ini.
Hasan, salah satu jamaah salat mengakui masjid Teja Suar telah dijual kepada salah satu pengusaha. Karena itu, dirinya menyesalkan ketika ada pengurus DKM yang kurang terbuka kepada media mengenai kebenaran kabar itu. "Memang kenyataannya sudah dijual," kata Hasan yang mengaku kurang tahu persis angka penjualannya.
Sementara, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) tidak akan meladeni proses perizinan perubahan lahan Masjid Teja Suar yang berlokasi di Jl Tuparev, Kabupaten Cirebon menjadi showroom maupun dealer. Apalagi, kalau status lahannya tidak jelas, apakah sudah diwakafkan atau masih milik pribadi.
"Secara pribadi, kejadian ini sungguh sangat memprihatinkan. Apalagi tempat ibadah dijual. Saya yakin umat yang berbeda agama pun jika tempat ibadahnya dijual, perasaannya sama seperti kami. Oleh karena itu, kami akan menolak memproses perizinannya jika masjid itu dialihfungsikan," tegas Kepala BPPT Kabupaten Cirebon, Agas Sukma Nugraha SH MM didampingi Kabid Pelayanan Administrasi Perizinan Dede Sudiono kepada Radar, kemarin.
Masih menurut Agas, pihaknya akan mempermudah izin selama proses kelengkapan administrasi sudah ditempuh. Namun, pihaknya tentu tidak akan gegabah memberikan izin, karena mempertimbangkan kondusivitas daerah, terlebih lagi mengubah fungsi masjid yang notabene tempat ibadah umat muslim menjadi showroom maupun dealer.
"Kalau memang tanah itu sudah diwakafkan kemudian ahli waris tetap memaksa dijual, kami tidak bisa intervensi. Itu sih urusannya pengadilan. Tapi kalau diproses di pengadilan tetap saja menggantung, tentu tidak akan diproses, karena pada prinsipnya kami tidak akan melayani lahan sengketa," jelasnya.
Meski demikian, pihaknya tidak memungkiri bahwa kawasan di Jl Tuparev merupakan jalur perdagangan dan jasa. "Jadi kami tidak bisa menolak, jika semua bukti kepemilikan dan administrasi sudah ditempuh untuk memproses itu. Tapi, lagi-lagi yang bicara urusan tanah itu adalah tetap pengadilan dulu," ucapnya.
Untuk memberikan izin pun, tambah Agas, harus sesuai dengan tata ruang, sehingga pihaknya akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait, yakni Bappeda, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR), dan beberapa tim lainnya.
Hanya saja yang jadi masalah, masjid itu milik pribadi atau sudah diwakafkan" Tentu ini harus ditelusuri terlebih dahulu status tanahnya, baik secara de facto maupun de jure. "Secara pribadi, saya sangat menyesalkan penjualan ini. Saya yakin umat yang berbeda agama pun jika tempat ibadahnya dijual, perasaannya sama seperti kami. Bangunan tua di Cerbon boleh dikatakan sebagai cagar budaya. Apalagi Cirebon dikenal sebagai kota wali," tuturnya.(via/abd/sam)